Jumat, April 30, 2010

topic: PACARAN ISLAM dengan PERANTARA


Ini adalah diskusi tasya dengan PENGASUH GROUP: Aa GYM di f b bernama bapak Chasani Muchammad dan rekan2 muslim lainnya dengan topic: PACARAN ISLAM dengan PERANTARA

Natasya grey=natasya gold

======================

Chasani Muchammad

Penulis: Al-Ustâdz Abû ‘Abdillâh Muhammad Al-Makassarî

Pertanyaan:

1. Apabila seorang muslim ingin menikah, bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dalam Islam?

2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?

3. Bagaimana hukum seorang ikhwan (lelaki) mengungkapkan perasaannya (sayang atau cinta) kepada akhwat (wanita) calon istrinya?

Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari:

بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ

Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adalah haram dalam Islam. Pacaran adalah budaya dan peradaban jahiliah yang dilestarikan oleh orang-orang kafir negeri Barat dan lainnya, kemudian diikuti oleh sebagian umat Islam (kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala), dengan dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yang agung ini datang dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, dengan tujuan untuk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yang akan merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.

Ikhtilath (campur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram), pergaulan bebas, dan pacaran adalah fitnah (cobaan) dan mafsadah bagi umat manusia secara umum, dan umat Islam secara khusus, maka perkara tersebut tidak bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil -bangsa yang terlaknat- berawal dari fitnah (godaan) wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُوْنَ. كَانُوا لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوْهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ

“Telah terlaknat orang-orang kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tidak saling melarang dari kemungkaran yang mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yang mereka lakukan.” (Al-Ma`idah: 79-78)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah memesona), dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah (penghuni) di atasnya, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya awal fitnah (kehancuran) Bani Israil dari kaum wanita.” (HR. Muslim, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umatnya untuk berhati-hati dari fitnah wanita, dengan sabda beliau:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya terhadap kaum lelaki dari fitnah (godaan) wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)

Maka, pacaran berarti menjerumuskan diri dalam fitnah yang menghancurkan dan menghinakan, padahal semestinya setiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu karena dalam pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:

1. Ikhtilath, yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan umatnya dari ikhtilath, sekalipun dalam pelaksanaan shalat. Kaum wanita yang hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam sejenak, tidak bergeser dari tempatnya agar kaum lelaki tetap di tempat dan tidak beranjak meninggalkan masjid, untuk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tidak berpapasan dengan jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam Shahih Al-Bukhari. Begitu pula pada hari Ied, kaum wanita disunnahkan untuk keluar ke mushalla (tanah lapang) menghadiri shalat Ied, namun mereka ditempatkan di mushalla bagian belakang, jauh dari shaf kaum lelaki. Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah, beliau perlu mendatangi shaf mereka untuk memberikan khutbah khusus karena mereka tidak mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dalam Shahih Muslim.

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرِهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf lelaki adalah shaf terdepan dan sejelek-jeleknya adalah shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah shaf terakhir, dan sejelek-jeleknya adalah shaf terdepan.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan dekatnya shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek, dan jauhnya shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yang disyariatkan secara berjamaah, maka bagaimana kiranya jika di luar ibadah? Kita mengetahui bersama, dalam keadaan dan suasana ibadah tentunya seseorang lebih jauh dari perkara-perkara yang berhubungan dengan syahwat. Maka bagaimana sekiranya ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dalam tubuh Bani Adam begitu cepatnya mengikuti peredaran darah1. Bukankah sangat ditakutkan terjadinya fitnah dan kerusakan besar karenanya?” (Lihat Fatawa An-Nazhar wal Khalwah wal Ikhtilath, hal. 45)

Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dalam keadaan berhijab syar’i dengan menutup seluruh tubuhnya -karena seluruh tubuh wanita adalah aurat- sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31, tanpa melakukan tabarruj2 karena Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal itu dalam surat Al-Ahzab ayat 33, juga tanpa memakai wewangian berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya3:

وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ

“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari mereka yang berbau harum karena terkena bakhur4 untuk untuk hadir shalat berjamaah sebagaimana dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 53:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوْهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّ

“Dan jika kalian (para shahabat) meminta suatu hajat (kebutuhan) kepada mereka (istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) maka mintalah dari balik hijab. Hal itu lebih bersih (suci) bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai tuntutan hajat dari balik hijab dan tidak boleh masuk menemui mereka secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tidak dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lebih bersih dan lebih suci bagi para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan bagi generasi-generasi setelahnya tidaklah demikian. Tidak diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lebih butuh terhadap hijab dibandingkan para shahabat, karena perbedaan yang sangat jauh antara mereka dalam hal kekuatan iman dan ilmu. Juga karena persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat, baik lelaki maupun wanita, termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bahwa mereka adalah generasi terbaik setelah para nabi dan rasul, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Demikian pula, dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan berlakunya suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tidak boleh mengkhususkannya untuk pihak tertentu saja tanpa dalil.” (Lihat Fatawa An-Nazhar, hal. 11-10)

Pada saat yang sama, ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yang menjerumuskan mereka untuk berpacaran, sebagaimana fakta yang kita saksikan berupa akibat ikhtilath yang terjadi di sekolah, instansi-instansi pemerintah dan swasta, atau tempat-tempat yang lainnya. Wa ilallahil musytaka (Dan hanya kepada Allah kita mengadu)

2. Khalwat, yaitu berduaannya lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami?”5 Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah kebinasaan.” (Muttafaq ‘alaih, dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali bersama mahram.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Hal itu karena tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama keduanya sebagai pihak ketiga, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali dia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena setan akan menyertai keduanya.” (HR. Ahmad)6

3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.”

Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata7. Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, pada syarah hadits no. 16 22)

Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً

“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra`: 32)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حِدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ

“Demi Allah, sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik dari menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 226)

Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan maka tetap tidak boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

وَلاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ

“Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita (selain mahramnya), melainkan beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa jabat tangan).” (HR. Muslim)

Demikian pula dengan pandangan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat An-Nur ayat 31-30:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوْجَهُمْإِلَى قَوْلِهِ تَعَلَىوَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ

“Katakan (wahai Nabi) kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari hal-hal yang diharamkan) -hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat, hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka (dari hal-hal yang diharamkan)….”

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ؟ فَقَالَ: اصْرِفْ بَصَرَكَ

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.“

Adapun suara dan ucapan wanita, pada asalnya bukanlah aurat yang terlarang. Namun tidak boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lebih dari tuntutan hajat (kebutuhan), dan tidak boleh melembutkan suara. Demikian juga dengan isi pembicaraan, tidak boleh berupa perkara-perkara yang membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian maka suara dan ucapannya menjadi aurat dan fitnah yang terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا

“Maka janganlah kalian (para istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berbicara dengan suara yang lembut, sehingga lelaki yang memiliki penyakit dalam kalbunya menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf (baik).” (Al-Ahzab: 32)

Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabatnya, lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingannya dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tidak berbicara lebih dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.

Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Demikian pula halnya berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yang ingin dilamar dan bergaul dengannya dalam rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing, karena perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Wallahul musta’an (Allah-lah tempat meminta pertolongan).

Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوْكٌ لاَ مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ

“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya8. Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim)

Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon istri yang dilamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata: “Bolehnya berbicara dengan calon istri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, karena setiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”

Perkara ini diistilahkan dengan ta’aruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang lebih spesifik yaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan melakukan nazhor, yaitu melihat wanita yang hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang membutuhkan pembahasan khusus9.

Wallahu a’lam.

Footnote:

1 Sebagaimana dalam hadits Hafshah radhiyallahu ‘anha yang muttafaq ‘alaih:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ

“Sesungguhnya setan itu beredar dalam tubuh Bani Âdam mengikuti peredaran darah.” (pen.)

2 Tabarruj adalah memamerkan perhiasan dan bagian-bagian tubuh yang indah dan menarik serta bagian tubuh lainnya yang mengundang syahwat lelaki, yang seharusnya ditutup. (Lihat Jilbâbul Mar’ah Al-Muslimah, hal. 120)

3 Dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad (2/309), dishahihkan oleh Al-Albani dengan syawahid (penguat-penguat)-nya dalam Al-Irwa’ (2/293)

4 Bakhur yaitu pengharum ruangan berupa asap dari kayu tertentu yang harum dan dibakar.

5 Seperti ipar, anak ipar, paman suami, sepupu suami, dan seterusnya yang tidak termasuk mahram. Yakni, apakah boleh bagi seseorang untuk membiarkan salah seorang kerabatnya yang bukan mahram untuk berkhalwat dengan istrinya?

6 Sanadnya memiliki dua kelemahan: 1) Abdullah bin Lahi’ah, seorang perawi yang lemah, 2) Abû Zubair, seorang perawi yang mudallis dan dia meriwayatkan dengan ‘an’anah (tidak mempertegas bahwa dia mendengarnya dari syaikhnya). Namun hadits ini memiliki syawahid (penguat-penguat) sehingga dihasankan oleh Al-Albânî dalam Al-Irwa’ (6/215-216).

7 Dalam masalah seorang lelaki memandang wajah dan telapak tangan wanita dewasa yang bukan mahram, terjadi perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat haram secara mutlak. Ada yang berpendapat boleh dengan syarat tidak dikhawatirkan fitnah (godaan) dan tidak bermaksud menikmati (An-Nazhor fi Hukmin Nazhor, hal. 323). Selain itu juga ada pendapat yang lain. Lihat Ar-Raddul Mufhim (hal. 115), karya Al-Albani. (ed)

8 Ini adalah kiasan dan ada dua penafsiran yang masyhur tentang maknanya: 1) Banyak safar, 2) Banyak memukul wanita, dan ini yang lebih tepat berdasarkan riwayat Muslim yang lain dengan lafadz:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ

“Adapun Abu Jahm, dia itu banyak memukul wanita.” (Lihat Syarhu Muslim lin Nawawî, syarah hadits no. 1480)

9 Kami telah membahasnya pada jawaban Problema Anda edisi lalu.

(Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 29/1428H/2007, Kategori: Problema Anda, hal. 65-70. Dicopy dari http://www.asysyariah.com

----------------------------

Chasani Muchammad

Perlu diketahui, bahwa kebenaran menurut ajaran Islam adalah jika sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Quran al-karim dan sesuai dengan petunjuk rasulullah SAW dalam sunnahnya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis :

تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما ان تمسكتم بهما: كتاب الله وسنة رسوله

“Aku tinggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat jika berpegang teguh kepada keduanya: kitab Allah (al-quran) dan sunnah rasulNya” .

Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa ajaran yang tidak sesuai dengan kitabullah dan sunnah rasulNya adalah ajaran yang tersesat jalan, termasuk dalam hal pernikahan.

Dalam ajaran Islam, maksud utama dari pernikahan itu selain sebagai ibadah adalah untuk membangun ikatan keluarga yang langgeng (mitsaqan ghalidzha) yang dipenuhi dengan sinar kedamaian (sakinah), saling cinta (mawaddah), dan saling kasih-sayang (rahmah). Dengan begitu, ikatan pernikahan yang tidak ditujukan untuk membangun rumah tangga secara langgeng, tidaklah sesuai dengan tujuan ajaran Islam.

Di samping itu, jika kita tengok sejarah awal Islam, di mana ketika itu masyarakat jahiliyah tidak memberikan kepada wanita hak-haknya sebagaimana mestinya karena wanita ketika itu lebih dianggap sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya, dapat kita ketahui betapa ajaran Islam menginginkan agar para wanita dapat diberikan hak-haknya sebagaimana mestinya. Oleh karenanya, dengan syariat nikah menurut Islam ini, ajaran Islam ingin melindungi para wanita untuk mendapatkan hak-haknya. Para wanita tidak dapat dipertukarkan lagi sebagaimana zaman jahiliyah. Para wanita selain harus menjalankan kewajibannya sebagai istri, juga mempunyai hak untuk diperlakukan secara baik (mu’asyarah bil ma’ruf), dan ketika suami meninggal ia juga dapat bagian dari harta warisan.

Sorry tasya potong karena OOT

----------------------------

Natasya grey

menurut tasya....pacaran dalam islam itu TIDAK BOLEH (bukan islam indon, namun di saudi dan negara2 islam)

mengapa tidak boleh?

karena berduaan saja dilarang, menyentuh saja dilarang.

kalau tinggal di indon, muslim masih bisa bebas pacaran.

----------------------------

Chasani Muchammad

Walaataqrobuzzina, bukan hanya pacaran yg dilarang islam, bahkan melihat aurat wanita/ pria yg bukan makhramnya juga kharam, begitu juga menampakkan aurat juga kharam. Islam adalah din/ aturan hidup yg dibuat oleh sang pencipta manusia dan alam semesta.

-----------------------------

Natasya Grey

pak chasani....

bapak menulis:

Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan :

mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya.

tanggapan tasya:

KALAU SEMUA LEWAT PERANTARA, bagaimana bisa mencintai calon pasangan kita dengan tulus pak?

tasya juga tidak setuju dengan BERZINAH, namun kalau nonton berdua, makan malam berdua, ngobrol saja tidak boleh, ini namanya PEMASUNGAN.

-----------------------------

Chasani Muchammad

1. Hidup di dunia ini bukanlah atas kehendak kita manusia , bahkan kedua org tua kitapun tidak kuasa tuk menghadirkan kita manusia di dunia. Hanyalah atas kehendak sang pencipta.. Alloh SWT kita sekarang dapat bernafas, jatung manusia tetap berdetak, peredaran darah tetap berjalan, otak tetap bekerja, nadi tetap berdenyut, etc.

2. Dunia ini bukan akhir perjalanan umat manusia , sang makhluq ciptaan Alloh, namun .... merupakan tempat singga yang amat sangat sementara

3. Alloh sang pencipta manusia dan jagad raya ini telah mengingatkan berkali kali dlm alquran ( ), bahwa tuk meraih kebahagiaan hakiki bukanlah didunia. dunia adalah ladang tuk mencari bekal kehidupan abadi di akhirat

4. Alloh tuhan atas semua yang ada, berkali2x tlah memberitahukan dlm al quran, bahwa tuk meraih kebahagiaan hakiki di akhirat yang tiada terbatas, syaratnya adalah TAQWA, yakni menjalankan aturan -aturan yang diperintahkan Nya dan menjauhi yang dilarangNya, dan semua tlah tertera dlm alquran.

5. Tiada yang sulit dlm islam, tiada yang berat dlm islam, tiada yan tidak benar dlm islam, krn semua yang tertera dlm alquran adalah firmanNya. Semua tuntunan islam tuk mengatur kemaslahatan dan kebahagiaan umat manusia tidak hanya tuk kebahaiaan kehidupan dunia namun juga tuk kehidupan abadi setelah mati.

6. Jarak pandang manusia yang terbatas, jarak dengar manusia yang terbatas... dan keduanya adalah sumber asupan informasi otak yang kapasitasnya juga terbatas.... tiada pernah mampu tuk menjangkau semua kehendak Sang Pencipta Langit dan Bumi yang maha luas ini.

7. Hidup ini hakekatnya ada tiga langkah: Satu langkah tlah terlewati dan mustahil tuk ditapaki

lagi, Satu langkah adalah yang sedang dijalani, dan satu langkah lagi kita tiada tahu apakah masih sanggup melangkah atau tidak. Oleh karenanya mengoptimalkan langkah yg dijalani dg sll mengkaji dan mengkaji Al quran akan hakikat hidup ini, hakikat Alloh SWT menciptakan kita, dengan harapan dpt melakukan langkah ketiga dg lebih baik... itulah manusia yang beruntung

Yang anda sebutkan adalah MUTLAQ dilarang dlm alquran....

Sebagai akhir tulisan ini , bahwa terdapat beberapa katagori manusia ;

pertama : Ada manusia yang sadar bahwa dirinya tidak/ belum tahu dan dia teus berusaha mencari tahu akan semua yang belum difahaminya

kedua: Ada manusia yang sadar bahwa dirinya belum banyak tahu,.... namun dia enggan untuk mencari tahu...... ketiga: Ada manusia yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.... keempat: Ada manusia yang tahu.. dan dia sadar akan yang diketahuinya shg mampu memilah dan memilih tuk menapak disetiap langkah hidupnya sampai diujung hayatnya.

Mohon maaf, tulisan ini adalah balasan TERAKHIR dari diskusi ini dari saya.

34 minutes ago · Report

-----------------------------

Natasya Grey

pak chasani...

mengapa harus terburu-buru pak?

dengan pengalaman dan pemahaman islam bapak, tasya yakin kita semua mau belajar banyak dari bapak loo...

bapak tulis:

bahwa terdapat beberapa katagori manusia

....keempat: Ada manusia yang tahu.. dan dia sadar akan yang diketahuinya shg mampu memilah dan memilih tuk menapak disetiap langkah hidupnya sampai diujung hayatnya.

tanggapan tasya:

tasya yakin, sy masuk dalam kategori ini,

sy YAKIN BAHWA islam itu salah dalam mengajarkan PACARAN lewat PERANTARA.

cinta itu adalah SUATU PROSES yg harus dilewati 2 orang insan yang saling MENCINTAI.

banyaknya rintangan akan membuat mrk yakin apakah pacarnya ini adalah orang yg tepat atau BUKAN yg akan menjadi PENDAMPING HIDUPNYA.

jadi bagaimana MELALUI PROSES ini kalau BERDUA SAJA TIDAK BOLEH dan bapak dengan tukus menulis bahwa AJARAN ISLAM TENTANG PACARAN INI: MUTLAK harus diikuti...

pertanyaan tasya:

1. sudah berapa banyak pengikut muhammad yg sudah berdosa karena melanggar ini?

2. berapa banyak psangan YG AKAN MERAGUKAN ISLAM ADALAH AJARAN LUHUR kalau berduaan saja DILARANG?

3. apakah bapak bisa mencintai istri/pacar bapak dengan cara seperti ini?

------------------------

Istyanto Gunawan
saudari Natasya yang saya cintai dan saya hormati.. semoga Alloh SWT selalu membimbing saudari dan kita semua dengan fikroh (pemikiran) yang Islami, bukan pemikiran yang di kuasai hawa nafsu, sebaiknya saudari cek dan ricek dulu sebelum menyalahkan ISLAM, kalau saudari menyalahkan umat islam (orang Islam) itu hal yang wajar dan bisa dimaklumi.. tapi jika saudari menyalahkan Islam... sudah pasti saudari yang kurang faham dan perlu mengenal Islam lebih dalam... karena manusia seperti saya dan juga saudari pastilah tidak terlepas dari kesalahan, sebaiknya revisi tulisan saudari yang menyatakan

"sy yakin bahwa ISLAM ITU PASTI SALAH dalam mengajarkan PACARAN lewat PERANTARA.
cinta itu adalah SUATU PROSES yg harus dilewati 2 orang insan yang saling MENCINTAI.".
saya heran dengan yang saudari sampaikan.. "tasya juga tidak setuju dengan BERZINAH, namun kalau nonton berdua, makan malam berdua, ngobrol saja tidak boleh, ini namanya PEMASUNGAN".
Ktanya saudari tidak setuju dengan berzina, tapi sarana menuju berzina saudari dukung, bahkan saudari katakan itu adlah pemasungan... naudzubillah (kita berlindun g kepada Alloh..) pada saat kita melegalkan pacaran dan perzinahan (berdua'an, pacaran, berciuman, bergandengan tangan dll.) sebenarnya kita telah DIPASUNG oleh hawa nafsu dan Syetan... didunia ini tidak ada manusia yang BEBAS MERDEKA... KEBEBASAN DAN KEMERDEKAAN hanya didapat setelah kita lolos dari ujian (DUNIA)....
jadi kita tinggal pilih...
1. dipasung (terikat) dalam kebaikan dan kebenaran (ISLAM) atau
2. dipasung (terikat) dalam kemaksiatan dan hawa nafsu..
wallloohu'alam bishshowab.

mengenai pertanyaan saudari...
1. sangat jelas sekali pengikut nabi Muhammad SAW sangat faham mengenai hal ini kecuali yang cuman ngaku2 sebagai pengikutnya saja tapi ngga pernah tau risalah dan akhlak Rosululloh apalagi yang ngga pernah sholat (ISLAM cuman di KTP aja),
perlu kita INGAT ... TIDAK ADA satupun nabi yang dijadikan surti tauladan (contoh) oleh suatu agama saat ini (akhlak, tatacara ibadahnya, bahkan kehidupan sehari-harinya) kecuali nabi Muhammad SAW (penyebar agama Islam)


2. bukan pasangan yang meragukan ISLAM... tapi ke ISLAMAN mereka yang diragukan... Alloh tidaklah rugi dengan perbuatan hambanya yang meragukan ISLAM.. TAPI hambanyalah yang akan rugi karena meragukan ISLAM.

3. Alhamdulilah sampai saat ini saya sangat mencintai Istri saya begitu juga sebaliknya, bahkan kami telah dikaruniai seorang putri, karena bagi kami (orang Islam) pernikahan bukan hanya untuk ikatan lahir saja... bukan hanay ikatan di dunia saja.
-------------------

PaPak Istyanto rekan diskusi tasya….
1. Thanks atas penjelasan bapak,
2. Bapak tulis:

Ktanya saudari tidak setuju dengan berzina, tapi sarana menuju berzina saudari dukung, bahkan saudari katakan itu adlah pemasungan

Tanggapan tasya:

Pak Istyanto, apakah berduaan SELALU MENJERUMUSKAN MANUSIA UNTUK BERZINAH? Bapak salah.

Itu pemikiran yang bisa disamakan dengan pendekatan ini: seseorang bisa MENDAPAT BANYAK MANFAAT dari internet ini yaitu MENAMBAH WAWASAN, namun begitu bisa juga MENJERUMUSKAN ORANG karena bisa mengakses PORNOGRAFI dengan mudah. Jadi apakah dengan MELARANG ORANG UNTUK AKSES INTERNET itu benar?

Alasan bapak ini dikarenakan KETAKUTAN yang tidak beralasan, kecuali Islam meyakini bahwa umatnya bukan manusia yang DEWASA. Orang dewasa bisa tahu mana yang MELEWATI BATAS mana YANG TIDAK dan masih dalam koridor yang benar pak.

Tasya yakin, PACARAN dengan PERANTARA yang bapak tunjukkan sbg PACARAN YG BENAR ini dikarenakan ayat berikut ini:

“Janganlah seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya…”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu’ah Al Manahi Asy Syari’ah 2/102]

Dan mengapa BERPEGANGAN TANGAN juga tidak diperbolehkan, karena ayat ini:

”Seandainya kepala seseorang di tusuk dengan jarum dari besi itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits hasan riwayat Thobroni dalam Al-Mu’jam Kabir 20/174/386 dan Rauyani dalam Musnad: 1283, lihat Ash Shohihah 1/447/226)

Nah, sekarang ….apa bapak tahu AKIBAT YANG DITIMBULKAN kedua ayat di atas?

Setahu tasya, dan dari info yg tasya dapatkan di Saudi, pusat islam dunia, adalah sbb:

a. BANYAK WANITA yang KAWIN KARENA DIJODOHKAN orang tua mereka (PERANTARA).

Wanita, bukan hanya dilarang pacaran, keluar rumah saja juga tidak boleh tanpa izin tertulis ayahnya, PAKAI BURQA/JILBAB, dan mesti HIDUP TERPISAH dari LAWAN JENISNYA.

Bagaimana mereka bisa didekati seorang pria yang MEREKA JUGA SUKA?

Jadi solusinya adalah MEREKA MENERIMA PILIHAN ORANG TUA MEREKA. Dan banyak yang TIDAK BAHAGIA pak.

Ini buktinya:

Di SAUDI PERNIKAHAN YANG DIPAKSA ini adalah hal yang wajar terjadi

http://www.monstersandcritics.com/news/uk/features/article_1368195.php/Forced_marriage_under_spotlight_as_human_rights_issue

di SAUDI kebanyakan gadis bertemu PERTAMA KALI suaminya SAAT DITUNANGKAN/DIJODOHKAN, dan mereka menangis.

http://teacher.scholastic.com/scholasticnews/indepth/upfront/features/index.asp?article=f092208_saudi_girls

di UEA survey: 71% wanita INGIN PILIH SUAMI SENDIRI..(mereka berteriak pada HAM untuk minta tolong)

http://gulfnews.com/news/gulf/uae/general/emirati-women-prefer-to-choose-husbands-themselves-survey-1.155915

b. Banyak PRIA (MASIH SEKOLAH) yg menjadi HOMO / penyuka sesame jenis.

Mengapa ini bisa terjadi? Karena pria SANGAT SULIT mendekati wanita yang mereka suka, jangankan medekati, melihat saja mereka TIDAK TAHU MANA yang cantik mana yang tidak. Mereka akhirnya banyak yang masuk kaum GAY.

46% murid2 di riyadh-SAUDI adalah HOMO,
25% murid2 di jeddah-SAUDI adalah HOMO, MENGAPA?
krn:
1. dilarang berduaan dg wanita lain,
2. sulit untuk mengetahui wanita cantik atau tidak krn pakai burqa,
3. untuk menyalurkan hasrat sex, kpd sesasma pria lbh mudah jadinya.

Saksikan video surveynya disini pak:

http://www.youtube.com/watch?v=-iSa9xTxBB4

JADI….. Muslimah2 itu bukan MEMILIH untuk BERZINAH, namun HANYA MAU untuk dapat MEMILIH suaminya sendiri pak.

apa yang akan bapak lakukan buat muslimah di SAUDI yang menjerit demi KEBEBASAN memilih pasangannya pak?

=============================

4 komentar:

Anonim mengatakan...

natasya ini lonte pak cik,, pukinya gatal.. makanya dia ngotot banget pngn d kentot

khalifah mengatakan...

Natasya ini ibarat orang bodoh yang dengan bangganya menceritakan kebodohan dan ketidak tahuan dirinya sendiri.......

Anonim mengatakan...

tasya ,kamu belum kenal cowo ya? cowo tuh di pegang dikit aja udah ngaceng loh (kecuali yang udah biasa) ,beneran deh,btw gimana cara diskusi sama tasya ,pengen nih

dunia-adis mengatakan...

yang anda lakukan dari setiap diskusi hanya membenarkan pendapat anda sendiri,,bukan islam yg slah tapi org2 yg membenarkan yg salah,seperti anda contohnya,berbicara tanpa ilmu,smga anda d berikan hidayah oleh Allah SWT

Posting Komentar